
Salah satu tantangan dalam dunia pendidikan yang belum juga terpecahkan adalah persoalan literasi. Selama ini, tumbuh paradigma di masyarakat bahwa literasi hanya membaca dan menulis, ternyata literasi lebih dari sekedar baca tulis, tapi ikut memahami, mempraktikkan kembali, dan ikut membagikan kepada orang lain. Hal ini perlu dilakukan agar literasi bisa menjadi suatu kebiasaan atau budaya pada masyarakat Indonesia.
Pentingnya budaya literasi ini disadari oleh Lutfah Inganah, seorang pegiat literasi asal Purworejo. Lutfah juga menyadari bahwa budaya literasi perlu diterapkan kepada anak sejak dini.
Lutfah bercerita jika awal mula Ia menjadi pegiat literasi berawal dari mengikuti program Ekosistem Sekolah Literat yang diselenggarakan oleh PSF-School Development Outreach (PSF-SDO) bersama Room to Read untuk perwakilan Purworejo. “Awalnya saya tidak tahu apa-apa jadi saya hanya mengikuti saja” ujar Lutfah.
Meskipun kegiatan tersebut dilakukan secara daring, Lutfah tetap semangat rutin mengikuti serangkaian pelatihan yang disediakan oleh PSF-SDO seperti hakikat literasi, pengenalan pelantar daring, strategi membaca menyenangkan serta teknik fasilitasi yang tentunya didampingi oleh fasilitator dari PSF-SDO.
Setelah ilmu yang telah ia dapatkan dari pelatihan, Lutfah memulai perjalanan diseminasi. Tentu hadirnya Covid-19 ini membuat kendala baru yang tidak bisa diprediksi oleh Lutfah. Lutfah pun berkonsultasi dengan fasilitator PSF-SDO dan kepala sekolah tempat ia mengajar.
“Keputusannya adalah untuk melakukan diseminasi secara langsung atau tatap muka. Karena di daerah kami masih sangat kesulitan untuk mendapatkan sinyal, namun saya akan tetap mematuhi protokol kesehatan” jelas pegiat literasi asal Purworejo ini.
Tepatnya tanggal 15 September 2020 akhirnya Lutfah melakukan diseminasi pertama dengan mendatangi Puncak Sigendol, puncak tertinggi di daerah Purworejo.
Akses untuk sampai ke lokasi cukup menantang, sebab Lutfah bersama rekannya harus menaiki mobil pick up terbuka dengan jalanan yang cukup terjal dan berbatu. “Selain akses lokasi, fasilitas pada tempat saya melakukan diseminasi juga terbatas sehingga materi harus saya cetak untuk para peserta” tambah Lutfah.
“Meskipun perjalanan menantang dan berbahaya, dengan jumlah peserta yang masih belum sesuai harapan saya, tapi saya harus tetap bersemangat” ungkap guru RA Masyithoh Sutoragan.
Sudah hampir setengah tahun lamanya Lutfah terus melakukan diseminasi tatap muka ke berbagai daerah di Purworejo, selama itu juga Lutfah bertemu dengan banyak orang baru diantaranya rekan sesama guru dan orang tua murid di Purworejo.
Lutfah juga berhasil melahirkan karya-karya diantaranya beberapa buku tentang antologi dan sebuah aplikasi pembelajaran inovatif berbasis TIK yang memperkenalkan kegiatan membaca menyenangkan. Karya-karya ini mendapatkan apresiasi dari Tim Pengawas Guru di Kabupaten Purworejo.
Apresiasi lain juga ia dapatkan dari PSF-SDO sebagai “Diseminator Terinspiratif” karena kegigihannya untuk terus menyebarkan budaya literasi. Pegiat literasi ini berharap jika budaya literasi di Indonesia khususnya di Kabupaten Purworejo bisa terus meningkat guna melahirkan generasi yang berprestasi.
“Terima kasih kepada PSF-SDO dan Room to Read yang telah memberikan saya kesempatan untuk belajar, dan menyebarkan praktik baik. Saya sangat bahagia dengan apresiasi sebagai “Diseminator Terinspiratif” ini. Tentu ini menjadi tugas baru saya untuk terus menyebarkan virus literasi kepada lebih banyak guru, taman bacaan, dan siswa di daerah saya (Kabupaten Purworejo)” tutup Lutfah. (ZNP)